OPTIMALISASI LAYANAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MEWUJUDKAN KEPUASAN PENGGUNA

27 February 2013 – dalam artikel ilmiah Oleh muh_sholihuddin-iip-fisip09

OPTIMALISASI LAYANAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MEWUJUDKAN KEPUASAN PENGGUNA 

(USER SATISFACTION)

Sebuah Studi Layanan di UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Oleh

Muhammad Sholihuddin
PENDAHULUAN

Di Era masyarakat informasi, hal yang menjadi perioritas (kebutuhan) utama masyarakat adalah informasi, dimana informasi memiliki peran sebagai alat penunjang berbagai aktivitas keseharian masyarakat maupun untuk tuntutan-tuntutan yang lain. Sehingga lembaga penyedia informasi salah satunya adalah Perpustakaan mempunyai peran penting dalam menyediakan informasi yang berkualitas tinggi. Perpustakaan merupakan penyedia jasa informasi yang sebagian besar tidak berorientasi dalam mencari keuntungan atau nirlaba. Apabila ditarik pada konsep pendidikan maka perpustakaan memiliki peran strategis dalam sistem pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan keberadaan lembaga penyedia informasi seperti perpustakaan karena ada suatu ungkapan bahwa perpustakaan sebagai jantung pada suatu institusi pendidikan dan setiap penyelenggara pendidikan pasti harus memiliki perpustakaan. Hal ini senada dengan UU No. 43 pasal 2 tentang dasar penyalenggaraan perpustakaan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan atas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukunan dan kemitraan. Sehingga untuk merealisasikannya perlu adanya perhatian lebih dari semua elemen penyelenggara perpustakaan.

Di negara Indonesia salah satu jenjang pendidikan yang sebagian besar memperhatikan keberadaan perpustakaan adalah jenjang pendidikan perguruan tinggi. Karena perpustakaan bisa dijadikan sebagai representasi dari penerapan Tri Darma Perguruan Tinggi. Selain itu, adanya fungsi dari perpustakaa6n perguruan tinggi menurut Rifa’i (2009: 3) selain sebagai pusat pengumpulan, pelestarian, pengolahan, pemanfaatan juga penyebarluasan informasi. Sehingga peran perpustakaan secara jelas tergambarkan untuk menopang pengetahuan dan sekaligus sebagai tempat pentimpanan aset berharga perguruan tinggi.

Banyak ahli pendidikan yang mengatakan bahwa kualitas suatu lembaga pendidikan dalam hal ini adalah perguruan tinggi itu dapat dilihat dari perpustakaannya (Haryanto, 1998: 29). Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan, karena pada dasarnya kualitas pendidikan dan penelitian di lembaga perguruan tinggi tergantung pada kemampuan dan kualitas perpustakaannya dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah berupaya mengembangkan layanan yang ada di perpustakaan guna memenuhi kebutuhan penggunanya.

Salah satu komponen yang paling dominan adalah tersedianya berbagai teknologi informasi pada berbagai layanan perpustakaan misalkan saja untuk sistem penelusuran informasi, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga sudah menggunakan OPAC yang terhubung melalui sitem jaringan internet, untuk layanan koleksi non cetak sudah tersedia layanan multimedia dan Perpustakaan Digital (Digital Library) sedangkan untuk sistem sirkulasinya sudah menggunakan SIPRUS (Sistem Informasi perpustakaan) yang dikorelasikan dengan ELIMS (Electronic  Information Management System) yang diimplementasikan melalui layanan mandiri (personal services) yang dikenal dengan MPS (Multi Purpose System) dan Bookdrop, layanan teknis seperti pengembangan koleksi dan  pengolahan sudah menggunakan sistem informasi yakni SIPRUS (Sistem Informasi Perpustakaan). Hal inilah yang menjadikan perpustakaan UIN Sunan Kalijaga sangat erat dengan sebutan perpustakaan Perguruan Tinggi Islam terbaik di Indonesia menurut DEPAG pada kategori perpustakaan perguruan tinggi yang memiliki sistem layanan yang baik.

Beragamnya layanan yang disediakan UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga guna memenuhi tuntutan pengguna telah menggeser paradigma layanan yang mulanya layanan bersifat manual menuju layanan berbasis IT. Secara kasat mata, pada Pepustakaan UIN Sunan Kalijaga terlihat memiliki layanan yang sangat canggih karena banyaknya layanan yang disajikan hampir semuanya berbasis IT mulai dari absensi petugas yang menggunakan finger print, pintu masuk perpustakaan menggunakan lock guide, pintu keluar menggunakan detektor RFID untuk mendeteksi koleksi yang belum dinetralisasi. Apabila dilihat pada layanan teknis sudah menggunakan pengolahan menggunakan software SIPRUS (Sistem Informasi Perpustakaan) dan ELIMS (Electronic Library Management System), terlebih pada sistem layanan sirkulasi yang sudah mengembangkan system layanan mandiri (personal services) dan di Indonesia belum banyak yang sudah mengembangkan sistem ini. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mengembangkan sistem yang berorientasi pada tuntutan kebutuhan pengguna karena menurut petugas perpustakaan ketersediaan layanan tersebut untuk memudahkan petugas perpustakaan dalam melayani pengguna secara cepat mengingat pengguna yang datang semakin banyak dari segi kuantitas namun belum melihat faktor loyalitas pengguna datang ke perpustakaan dan selain itu masih ada mindset petugas yang menyatakan bahwa pengguna yang datang ke perpustakaan adalah orang-orang yang butuh koleksi sehingga perpustakaan sebatas tempat transaksi pinjam dan pengembalian koleksi.

Pengembangan layanan perpustakaan yang berorientasi pada kebutuhan pengguna tidak terlepas dari peran pustakawan dan kepala perpustakaan sebagai pembuat kebijakan. Disisi lain pengembangan sebuah layanan akan memberikan dampak positif yakni memenuhi kebutuhan pengguna, memudahkan petugas dalam memberikan layanan jasa. Namun disisi lain pengembangan tersebut menyisahkan permasalahan apabila teknologi yang digunakan harganya mahal, aplikasinya belum maksimal dan pemanfaatannya belum optimal. Selain itu, masih ada petugas perpustakaan belum bisa berkorelasi dengan sistem layanan berbasis TI. Salah satu contohnya ketika layanan sudah mengembangkan sistem layanan berbasis TI, kemudian petugasnya belum bisa sepenuhnya mengoperasikan sistem tersebut maka akan menghambat kinerja dan terlebih pemenuhan kepuasan pengguna akan sulit terpenuhi karena espektasi pengguna sudah terlalu tinggi belum sebanding dengan harapannya.

Oleh karena itu, sebelum membuat suatu keputusan harus benar-benar meninjau ulang faktor-faktor pendukung, dan kendala yang dihadapi dikemudian hari sehingga dapat ditentukan strategi yang dapat meminimalisir kendala dan menjadikan kekuatan perpustakaan sehingga branding perpustakaan UIN Sunan Kalijaga tetap baik dimata pengguna. Apabila dianalogikan, pada dasarnya keberadaan kebijakan-kebijakan tentang pelayanan pada perpustakaan  di atas menunjukkan masih belum sempurnanya kinerja pelayanan oleh petugas perpustakaan selama ini. Banyak bukti yang menunjukkan ketidak sempurnaan kinerja pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan, ini terlihat dari banyaknya keluhan-keluhan yang disampaikan oleh pengguna melalui kotak saran, diskusi panel, dan media elektronik.

Realita seperti ini harus mampu dijawab oleh penyedia pelayanan jasa informasi melalui peningkatan pelayanan pada pengguna, yang menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995 disebut sebagai sendi-sendi pelayanan prima. Menurut MENPAN, pelayanan prima merupakan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan pada yang dilayani. Sehingga perlu dibuatnya standar dalam pelaksanaan pelayanan prima dan menjadi standar perilaku dalam memberikan layanan.

Seperti yang telah diketahui, bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diwujudkan karena pelayanan merupakan ujung tombak perpustakaan (Soeatminah, 1992: 129) Baik dan tidaknya suatu perpustakaan dinilai dari bagaimana pelayanan itu diberikan, oleh karena itu, pelayanan inilah yang menjadi penghubung antara perpustakaan dengan pengguna. Berdasarkan fenomena diatas menjadi daya tarik tersendiri untuk dikaji karena dengan adanya sistem layanan berbasis IT diharapkan mempermudah dan mempercepat proses layanan di perpustakaan atau dengan kata lain pelayanan prima diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga dapat terpenuhi dan kebutuhan pengguna akan sistem layanan yang berdampak pada ketercapaian kepuasan pengguna. Namun kenyataannya masih menyisahkan berbagai permasalahan yang membutuhkan penyikapan dan pembahasan untuk menghasilkan solusi dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat kekurangan yang ditimbulkan solusi awal terkait pemanfaatan teknologi informasi.

UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam memberikan layanan pada pengguna sangat didukung oleh hadirnya teknologi informasi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai layanan yang disediakan sudah berbasis teknologi informasi. Pemanfaatan atau pengembangan sistem layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi bukan berarti terlepas dari berbagai permasalahan. Meskipun pada mulanya sebagai solusi dalam mengembangkan sistem layanan perpustakaan yang bertujuan untuk mempermudah pustakawan dalam mengolah informasi, memudahkan pengguna dalam mencari dan menemukan kembali informasi secara cepat dan tepat guna memenuhi kebutuhannya. Namun kenyataannya sesuai dengan realita yang penulis hadapi saat melakukan praktek kerja (magang) di UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ternyata teknologi informasi tidak sepenuhnya memberikan solusi terkait permasalahan yang ada, melainkan memberikan permasalahan baru ketika terjadi kesalahan teknis pada sistem informasi perpustakaan.

Berbagai permasalahan yang timbul dari sistem layanan dan pelayanan di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang dilihat dari berbagai keluhan pengguna. Ini membuktikan bahwa layanan yang disediakan belum diberdayakan secara optimal. Beberapa permasalahan yang timbul sebagai berikut: Pertama, kehadiran Teknologi Informasi seharusnya dapat meringankan beban kerja petugas dan petugas mampu memberikan layanan prima, namun masih terjadi berbagai keluhan dan respon negatif akan layanan yang diberikan oleh petugas perpustakaan.

Kedua, sistem informasi (software) yang dilanggan perlu pengembangan lebih lanjut dan pengkajian ulang sesuai dengan kebutuhan pengguna yang ada di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hal ini mengingat bahwa beragamnya software pengembangan layanan perpustakaan yang dilanggan dan terkesan tumpang tindih dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi misalnya satu sistem hanya untuk mengatasi satu permasalahan begitupun seterusnya padahal apabila dikembangkan sistem tersebut, maka dapat sekaligus menyelesaikan dua permasalahan sehingga tanpa harus mengeluarkan biaya berlebih untuk melanggan sistem. Ketiga, permasalahan terakhir ini lebih mengarah pada SDM (petugas perpustakaan) baik pustakawan maupun non pustakawan dimana masih banyak yang belum menerapkan kedisiplinan dalam melayani pengguna, serta masih adanya petugas yang belum mampu mengoperasikan dan memberikan alternatif lain jika terjadi kendala sistem layanan berbasis IT. Kemampuan yang dimaksud adalah mengoperasikan system layanan berupa perangkat keras (hardware) seperti komputer petugas, mesin MPS, dan lain sebagainya. Sehingga layanan terhenti ketika ada kendala system.

 

 

TEMUAN DAN ANALISIS

 Memahami permasalahan yang ada, maka dalam hal ini dapat dilakukan beberapa pendekatan agar dapat memberikan pelayanan yang optimal dan tetap berorientasi pada pengguna (user) beberapa pendekatan yang dapat dilakukan diantaranya:

  • Kualitas Layanan perpustakaan 

Kualitas layanan menjadi prioritas utama dalam memberikan layanan yang opimal karena pada dasarnya layanan bukan hanya dilihat dari banyaknya koleksi yang disediakan, koleksi yang dipinjam maupun banyaknya koleksi yang dibaca pengguna. Karena orientasi kualitas layanan bukan lagi berorientasi pada koleksi namun kebutuhan pengguna. Sehingga kepuasan pengguna menjadi acuannya. Sistem layanan di UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga yang sudah berbasis IT bisa jadi layanan semakin cepat, namun kepuasan pemustaka tidak serta merta dapat terpenuhi. Karena kepuasan yang terpenuhi sekarang belum tentu terpenuhi untuk pemenuhan kepuasan jangka panjang. Puas di satu sisi tetapi belum tentu puas disisi lain sehingga kepuasan pengguna total (Totality User Satisfaction) yang menjadi harapan utama.

Konsep pelayanan menurut Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:4) mendefinisikan:

“Service is all economic activities whole output is not a phisycal product or construction is generally consumed at that time it is produced, and provides value in forms (such as convenience, amusement, comfort or health)” (pelayanan adalah semua aktivitas ekonomi yang seluruh output-nya bukan produk atau bentuk fisik yang dikonsumsi pada waktu pelayanan diproduksi, dan menyediakan nilai dalam beberapa bentuk (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan).

 

Sedangkan Perpustakaan menurut Sutarno (2003:7) mengatakan bahwa sebuah ruangan, bagian dari gedung/bangunan, atau gedung itu sendiri, yang berisi buku-buku koleksi, yang diatur dan disusun sedemikian rupa, sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan sewaktu-waktu diperlukan oleh pemustaka. Berdasarkan definisi diatas, apabila dianalogikan maka pelayanan perpustakaan merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat diberikan perpustakaan pada penggunanya dalam bentuk transaksi baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi kebutuhan pengguna.

Dalam memberikan suatu layanan perpustakaan, pada dasarnya bukanlah hal yang mudah karena tergolong pada jenis layanan jasa dimana produktifitas dan pemasarannya dilakukan secara bersama-sama dalam satu waktu sehingga membutuhkan standar kerja yang dapat mengukur kinerja suatu penyedia jasa. Sehingga jika terjadi kesalahan akan berdampak besar pada penyedia jasa tersebut. Maxwell (1999) mengatakan :” …rata-rata pelanggan akan mengatakan kepada 9 sampai 13 teman dan kenalan tentang pengalaman yang buruk ini. Sekitar 13% akan mengatakan kepada lebih dari 20 orang! Lebih dari dua diantara tiga pelanggan yang menerima pelajaran buruk tidak akan membeli lagi. Dari situ dapat diketahui bahwa sebagai pustakawan harus bisa memberikan pelayanan yang menguntungkan bagi pengguna dan juga bagi perpustakaan.

Perpustakaan dikatakan baik dan berkualitas jika dapat memenuhi beberapa kriteria, antara lain adalah: (1) sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional, (2) koleksi relevan dan aktual, (3) sistem pelayanan yang baik dan berkualitas, serta (4) didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai (Samiyono, 1995:2-4). Hernon (1995:7) menambahkan bahwa perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pemustakanya.

Berdasarkan kriteria diatas, apabila kita tarik pada permasalahan sebelumnya maka hanya point ketiga yang sangat mendukung, yakni adanya sarana dan prasarana yang memadai di perpustakaan namun masih ada beberapa kendala teknis yang masih perlu diperbaiki. Apabila kita tarik dari permasalahan yang diangkat disini, maka dapat diketahui bahwa adanya sarana dan prasarana yang baik belum tentu dapat memberikan layanan yang baik apabila tidakditunjang dengan kualitas sumber daya manusia (petugas) yang baik. Karena apabila dilihat dari beberapa komponen permasalahan yang ada, maka dapat diatasi dengan adanya kemampuan petugas baik. Sedangkan kemampuan petugas disini beragam namun yang paling ditekankan disini adalah kompetensi petugas sesuai dengan pekerjaan yang sedang ditekuninya.

Untuk meningkatkan kualitas layanan pada suatu pusat informasi tidak jarang diasumsikan dengan menambah berbagai fasilitas berupa sarana dan prasarana baru agar kebutuhan dan tuntutan pengguna suatu layanan tersebut dapat terpenuhi. Hal ini juga terjadi pada Perpustakaan yang dilakukan dengan meningkatkan sistem pelayanan dengan melanggan software maupun hardware karena layanan perpustakaan saat ini sudah mengarah pada sistem layanan berbasis teknologi informasi. Namun tindakan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena sebelum menentukan kebijakan untuk menambah dan melanggan suatu sistem baru hal yang harus dilakukan adalah melakukan analisis suatu layanan. Hardjosoedarmo, 1997: 52-54 mengungkapkan bahwa analisis layanan dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan berkelanjutan sesuai dengan model USE-PDSA yang dikemukakan Deming sebagai berikut:

  1. Understanding services quality improvement needs (memahami kebutuhan akan perbaikan kualitas pelayanan). Dalam hal ini setiap unit pelayanan yang berhubungan dengan pengguna hendaknya mengetahui mutu pelayanan yang mereka berikan melalui evaluasi kinerja secara bertahap. Misalkan layanan mandiri menggunakan MPS (Multi purpose System) sebelum menentukan kebijakan untuk menambah kuantitas layanan maka yang perlu dilakukan untuk pertama kalinya adalah kualitas layanan dan sejauh mana layanan tersebut beroperasi sehingga akan diketahui efektifitas suatu layanan.
  2. Evaluate the root causes, perbaikan mutu pelayanan salah satunya dapat dilakukan melalui evaluasi atas pokok permasalahan yang timbul dalam rangkaian proses pemberian pelayanan pada pengguna. Kegiatan evaluasi ini dapat dilakukan dengan melakukan penyebaran angket pada pengguna dan menganalisis fenomena yang ada. Misalkan menganalisis keterpakaian dan efektifitas penggunaan MPS sebagai sistem sirkulasi yang handal telah dihasilkan berbagai permasalahan dan solusi.
  3. Plan the solution, setelah pokok permasalahan diketahui, kemudian dibuat alternatif solusi pemecahan masalah. Dari berbagai solusi yang ada perlu dibuat alternatif solusi yang dapat diimplementasikan sebagai solusi pilihan dari berbagai solusi yang ada. Misalkan untuk meningkatkan efektifitas telah diperoleh berbagai solusi seperti melakukan pengadaan MPS baru, mengembangkan sistem layanan dan perbaikan sistem lama, serta tidak memberikan layanan melalui MPS.
  4. Do or implementation the solution, setelah solusi diambil dan dikaji secara mendalam, diputuskan solusi yang relevan dan dapat dilaksanakan, kemudian diimplementasikan. Pengkajian ini dapat menggunakan pengkajian berdasarkan teori antrian (queuing theory) dimana Teori ini berguna untuk menentukan jumlah kapasitas yang dibutuhkan untuk melayani permintaan konsumen dimana penentuan ini berdasarkan waktu kedatangan konsumen dan waktu pelayanan fasilitas pelayanan. Queuing theory merupakan proses yang berhubungan dengan kedatangan pelanggan pada suatu fasilitas pemberi pelayanan, menunggu dalam baris antrian jika belum dapat dilayani dan akhirnya meninggalkan fasilitas tersebut jika sudah dilayani (Kakiay: 2004)
  5. Study the solution result, solusi dalam mengatasi permasalahan setelah dilaksanakan kemudian dipelajari hasilnya, apakah memang benar-benar dapat mengatasi permasalahan yang timbul. Berdasarkan analisis model antrian maka diperoleh berbagai solusi untuk meminimalisasi biaya yang akan timbul, dimana biaya yang timbul bisa biaya langsung yakni penyediaan fasilitas pelayanan dan biaya tidak langsung yang disebabkan pengguna menunggu untuk memperoleh pelayanan. Perbedaan kedua biaya ini akan menghasilkan konsekuensi yakni timbulnya antrian dan pengangguran kapasitas.
  6. Action the standarize the solution. Setelah langkah diatas dilaksanakan maka hasilnya akan diketahui dan kemudian ditetapkan standar atas solusi yang ditempuh. Standar operasional sangat diperlukan sebagai bahan penilaian kinerja aparat pelayanan (Performance measurement). Hal ini merupakan interpretasi dari analisis yang dilakukan sehingga keputusan untuk menambah benar-benar menjadi keputusan yang tepat.

Pada dasarnya kualitas pelayanan bermula dari kualitas yang secara umum hanya dikatakan bahwa kualitas merupakan karakteristik produk baik berupa barang maupun jasa yang ditentukan oleh pengguna dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan (Hardjosoedarmo, 1997:7). Dari sini dapat terlihat bahwa kualitas apapun tidak serta merta dikatakan baik, karena kualitas baik untuk sekarang ini belum tentu baik dikemudian hari. Sehingga perlu adanya perbaikan kualitas dengan melihat permasalahan yang ada dan diperbaiki secara simultan guna memenuhi kebutuhan pengguna dan kepuasan penggunapun dapat terealisasikan.

 

  • Kepuasan pengguna 

Kepuasan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dalam arti seseorang atau sekelompok orang yang telah berhasil mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan (Ahmad : 2009:27). Hal ini diperkuat dengan pendapat Sutardji dan Maulidyah, 2006 bahwa kepuasan pengguna informasi adalah tingkat kesepadanan antara kebutuhan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan yang diterima. Sehingga apabila dianalogikan terdapat tiga macam kategori kepuasan, yang pertama sangat puas, jika pada kenyataannya layanan yang diberikan melebihi harapan, yang kedua Puas, jika layanan yang diberikan sama atau identik dengan apa yang diharapkan dan yang ketiga tidak puas, yakni jika layanan yang diberikan tidak sesuai bahkan dibawah harapan.

Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik tidak berasal dari sudut pandang penyedia jasa informasi melainkan dari sudut pandang orang yang mendapatkan pelayanan jasa informasi dalam hal ini adalah pengguna perpustakaan. Pengguna perpustakaan adalah orang yang merasakan langsung sebuah layanan yang telah disediakian sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa layanan tersebut.

Untuk mencapai kepuasan pengguna dalam konteks kualitas produk baik barang maupun jasa, telah tercapai suatu konsensus bahwa harapan pengguna mempunyai peranan penting dalam menentukan standar perbandingan evaluasi pada kualitas layanan. Menurut Olso dan Dover (dalam Zeithaml, et.al., 1993: 7) harapan pengguna merupakan keyakinan sebelum menggunakan produk yang akan dijadikan standar dalam menilai kinerja produk tersebut.

Sebagai organisasi penyedia layanan jasa, UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga harus mampu bersaing dalam lingkungan global. Karena faktor keberhasilan dalam persaingan global menurut Mulyadi (2001: 256) ada empat, diantaranya adalah:

  1. Kecepatan organisasi dalam merespon kebutuhan konsumen/ pemustaka
  2. Fleksibilitas personil dalam penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan, kemampuan keterampilan baru, dan kemampuan memasuki lingkungan baru yang selama ini belum dikenal
  3. Keterpaduan antara organisasi dengan stackholder untuk memenuhi kebutuhan pengguna
  4. Kemampuan organisasi untuk menciptakan produk baru untuk memenuhi perubahan kebutuhan pengguna.

Pengguna menjadi prioritas utama nantinya akan memberikan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh perpustakaan jika kepuasan pengguna dapat dicapai, diantara keuntungan menurut Ahmad (2009: 28) diantaranya adalah:

  1. Jasa, koleksi dan fasilitas dapat dimanfaatkan secara maksimal, perpustakaan pastinya memiliki ketiga komponen tersebut, akan sangat sia-sia jika tidak ada yang memanfaatkannya. Maka dengan ketercapaian kepuasan pengguna, dengan sendirinya hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara maksimal
  2. Kuantitas Pengguna dapat dijadikan tolak ukur kualitas layanan, dengan adanya kepuasan tersebut maka dapat diindikasi bahwa pengguna yang datang keperpustakaan adalah orang yang merasa puas akan layanan perpustakaan dan mereka senantiasa bisa dijadikan obyek penilaian untuk perbaikan secara berkelanjutan.
  3. Jumlah pengunjung perpustakaan mengalami peningkatan, hal ini sudah pasti. Karena kepuasan tercapai maka jumloah pengguna akan mengalami peningkatan karena pada dasarnya mereka ingin kebutuhannya terpenuhi,maka jika perpustakaan mampu memenuhi kebutuhannya maka secara langsung mereka akan datang ke perpustakaan.
  4. Membaiknya kondisi perpustakaan menjadi magnet positif, kondisi sekarang ini bisa dikatakan hampir tersisihkan dengan adanya perkembangan teknologi karena beralihnya pengguna memanfaatkan sumber lain. Namun perpustakaan juga memiliki peluang untuk bersinergi dengan teknologi tersebut guna memperbaiki kualitas layanannya sehingga pengguna tertarik dengan keberadaan perpustakaan.
  5. Meningkatkan citra perpustakaan dan tenaga pustakawan, perpustakaan untuk saat ini belum memiliki citra yang baik di masyarakat Indonesia, ini sangat wajar dimana perpustakaan masih belum memenuhi kriteria untuk memuaskan pengguna. Namun setelah kepuasan itu terpenuhi maka peran pustakawan dan citra perpustakaan akan menjadi baik di masyarakat.

 

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

Dari berbagai uraian mengenai layanan yang ada diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masih harus dilakukan perbaikan secara berkelanjutan, meskipun DEPAG sudah memuji dan menilai bahwa perpustakaan UIN Sunan Kalijaga menjadi perpustakaan perguruan tinggi se DEPAG namun kualitas layanan bersifat dinamis sehingga kebaikan sekarang belum tentu masih menjadi kebaikan masa depan akan tetapi kepuasan total yang menjadi acuan. Kualitas layanan yang baik kepuasan kepuasan pengguna menjadi tolok ukur suatu layanan dikatakan sebagai layanan prima pada suatu perpustakaan.

Oleh karena itu strategi yang harus diterapkan ada 7 langkah yang biasanya disingkat dengan USE-PDSA yakni : memahami kebutuhan akan perbaikan kualitas pelayanan, perbaikan mutu pelayanan, membuat alternatif solusi pemecahan masalah, dikaji secara mendalam dan diputuskan solusi yang relevan, mempelajari hasil solusi, kemudian hasilnya akan diketahui dan ditetapkan standar atas solusi yang ditempuh. Dalam melakukan analisis efektifitas layanan perpustakaan berbasis IT dapat dilakukan menggunakan teaori antrian guna meminimalisasi biaya total dari suatu layanan yang disediakan. Apabila langkah tersebut dilakukan, maka kepuasan penggunapun dengan mudah akan tercapai dan loyalitas pengguna pun terwujud dengan sendirinya.

Saran

Beberapa saran untuk meningkatkan layanan di perpustakaan sebagai berikut:

1.  Mengembangkan kemampuan petugas perpustakaan untuk lebih mengembangkan tidak hanya hardskill melainkan juga soft skill melalui pelatihan dan workshop terkait kepustakawanan.

2.  Meningkatkan layanan perpustakaan tidak hanya dari segi fisiknya saja melainkan juga esensial layanan dan kemampuan layanan tersebut dalam memenuhi tuntutan kebutuhan pengguna

3.  Terbuka dan senantiasa menerina kritik serta saran dari pengguna guna meningkatkan kualitas layanan dan melakukan perbaikan berkelanjutan.

4.  Mengembangkan sistem layanan dengan mempertimbangkan intergrasi dan interkoneksi antar layanan perpustakaan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih sistem serta bisa menghemat anggaran perpustakaan

 

 

REFERENSI

 

Ahmad. 2009. Menuju Kepuasan Pemustaka (Towards Library Users’ Satisfaction). dalam Palimpsest jurnal ilmu informasi dan perpustakaan. Tahun 1, nomor 1, juni-nopember. P. 28.

Haryanto, Sugeng. 1998. Pemanfaatan Perpustakaan oleh Mahasiswa Universitas Merdeka Malang. dalam Jurnal Penelitian 1 (1) Maret. P. 28-42.

Hardjosoedarmo, Soewarso. 1997. Dasar-Dasar Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offsett.

Hernon, Peter and Ellen Atman. 1995. Service Quality in Academic Libraries. Norwood. New Jersey: Ablex Publishing Corporation.

Kakiay, Thomas J. 2004. Dasar Teori Antrian untuk Kehidupan Nyata. Yogyakarta: Andi.

Maxwell, J. 1999. Be a People Person: Jadilah Orang beorientasi manusia. Jakarta: Interaksara.

Mulyadi. 2001. Alat Manajemen Kontemporer untuk Peliatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan: Balance Scorecard. Jakarta: Salemba Empat.

Rifa’I, Agus. 1995. “Membangun Dunia baru Perpustakaan IAIN: Sumbangan Pemikiran untuk Pengembangan Perpustakaan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dalam Al-Maktabah : Jurnal Komunikasi dan Informasi Perpustakaan. April-September, Vol.1, Nomor 1. Pp. 1-9.

Samiyono, David. 1995. “Pengelolaan Perpustakaan dan Permasalahannya” dalam seminar sehari Fungsi Perpustakaan dalam Era Globalisasi. Salahtiga, 25 Juli.

Soeatminah. 1992. Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Perpustakaan. Yogyakarta: Kanisius.

Sutarno NS. 2003. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Undang-Undang No.43 Thun 2007 Tentang Perpustakaan (dapat diakses melalui http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/peraturan/UU_43_2007_PERPUSTAKAAN.pdf) diakses pada 30 April 2012 pukul 20.00 WIB.

Zeithaml, Valarie A. Mary Jo Bitner, Dwayne D. Gremler. 2006. Services Marketing: Integrating Customer Focus Across The Firm, 4th Ed. Boston: McGraw-Hill.

Sumber: http://muh_sholihuddin-iip-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-73544-artikel%20ilmiah-OPTIMALISASI%20LAYANAN%20BERBASIS%20TEKNOLOGI%20INFORMASI%20DALAM%20MEWUJUDKAN%20KEPUASAN%20PENGGUNA.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *