DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN TERHADAP PERILAKU PEMUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah memberikan banyak kemudahan bagi pengguna perpustakaan (pemustaka) untuk mengakses informasi yang dibutuhkannya, terutama dengan adanya situs search engine di internet. Seolah-olah tidak ada lagi batasan geografis, informasi dari berbagai belahan dunia bisa didapatkan dengan mudah, begitu juga dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat dewasa ini, perpustakaan sebagai jantung pendidikan dituntut untuk menyediakan sumber informasi tidak hanya dalam bentuk tercetak namun terlebih dalam bentuk digital (Lutviah,2011:1), menyebut bahwa saat ini Bangsa Indonesia memasuki “media satured era” dimana media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dari sisi teknologi media maupun konten medianya itu sendiri. Dunia maya memberikan kemudahan kepada masyarakat pengguna informasi untuk mendapatkan informasi yang dikehendaki secara cepat, dan mudah sehingga ledakan informasi mustahil untuk dihindari. Mesin pencari “search engine” sebagai contoh Google secara luar biasa mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara cepat dan mudah.
Lalu bagaimanakah dengan keberadaan perpustakaan? Perpustakaan yang merupakan sebuah ruangan yang berisi koleksi-koleksi baik cetak maupun non cetak (digital) yang disusun dengan sistematika tertentu juga menyediakan informasi yang melimpah yang tak kalah dengan internet. Sehingga di zaman sekarang perpustakaan pun telah mengadaptasi teknologi informassi untuk menunjang operasional perpustakaan sehingga lebih dinamis , sesuai perkembangan zaman yang menuntut perkembangan informasi dan perluasannya yang sangat cepat. Pergeseran fungsi perpustakaan juga tampak nyata dalam realisasinya, yang dahulu hanya sebagai penyimpan dokumen maupun informasi, namun sekarang telah berubah sebagai penyedia dan penyalur informasi yang terus berkembang pesat.
Dalam tulisan ini, penulis memaparkan bahwa peran penting pustakawan dalam menghadapi era digital ini mempunyai tantangan yang luar biasa untuk meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan teknologi informasi. Setidaknya penguasaan teknologi informasi ini akan membantu perpustakaan dalam melayani pemustaka .
B. Permasalahan
Bagaimana kemampuan seorang pustakawan sebagai aktor utama dalam perpustakaan dalam mengadaptasi perkembangan teknologi informasi dalam perpustakaan dalam kaitannnya melayani perilaku pemustaka?
C. Tujuan
Di dalam tulisan ini, penulis memaparkan sejauh mana peran seorang pustakawan dalam melayani seorang pemustaka bisa dikatakan “puas” dalam melayani dan faktor-faktor apa saja yang menghambat dari segi pelayanan tersebut.
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Diskusi tentang teknologi informasi, termasuk teknologi informasi dalam pelayanan pengguna perpustakaan (pemustaka) di perpustakan, seringkali hanya menyangkut kebendaan teknologi misalnya : hadware, software dan lain-lain. Saya rasa ada kesalahan besar dalam cara kita memandang teknologi informasi dalam pengembangan pelayanan terhadap pemustaka di perpustakaan, kalau cuma itu yang kita diskusikan. Menurut (Ma’in,2008) teknologi informasi dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah serta menyebarkan informasi tersebut. Teknologi Informasi (Information Technology)merupakan mata rantai dari perkembangan sistem informasi. Kalau dilihat dari susunan kata, yakni kata teknologi dan informasi, maka teknologi informasi dapat diartikan sebagai hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi begitu melesat sehingga setiap jengkal kehidupan manusia tidak lepas dari pengaruh teknologi. Salah satu penanda bahwa teknologi Informasi begitu maju adalah ketika kita melihat kehidupan kampus yang sudah marak dengan komputer jinjing atau laptop/notebook yang dibawa oleh para mahasiswa. Hal ini masih ditambah oleh adanya berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyelenggara kampus atau perguruan tinggi seperti jaringan internet dan “wireless fidelity” atau Wifi yang sudah begitu marak di setiap ruang-ruang kampus seperti perpustakaan, ruang baca atau ruang kuliah.
Pada saat ini cenderung kita lihat pergerakan perubahan perilaku atau sikap pemustaka lebih memilih sesuatu yang instan yaitu menggunakan search engine di internet untuk mencari sumber informasi. Berdasarkan statistik Badan Pusat Statistik (BPS) th 2013 dari sisi pemanfaatan, ternyata e-mail (mengirim dan menerima) menduduki posisi teratas (95,75 persen), untuk mencari berita/informasi (78,49 persen), mencari barang/jasa (77,81 persen), informasi lembaga pemerintahan tender sebesar (65,07 persen), kelima untuk social media (61,23 persen). Mesin pencari “search engine” sebagai contoh Google sebagai pencari situs hanya mengindeks sekitar 18% dari halaman web yang ada selain itu juga semua orang dapat mempublikasikan halaman web sebagai contoh wordpress,blog, dll, namun belum tentu isinya benar.
Coba kita bandingkan dengan sumber informasi yang ada di perpustakaan sebagai contoh :
– Sumber informasi (koleksi cetak maupun non cetak )yang ada di perpustakaan semuanya telah dipilih oleh pustakawan yang professional.
– Perpustakaan menyediakan alat temu kembali yang dapat memudahkan pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkannya.
– Adanya pustakawan yang siap membantu dalam menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka tersebut.
Adanya banjir informasi ini tentu tidak lepas dari pengaruh globalisasi sehingga menjadikan informasi dari belahan dunia lain dalam hitungan detik dapat diakses oleh belahan dunia yang lain pula. Dengan kondisi demikian perpustakaan sebagai pusat informasi seharusnya dapat memanfaatkan peluang banjir informasi ini untuk lebih mengintensifkan peranannya sebagai penyedia informasi bagi pemustaka.
B. Analisis
Menurut Mangkunegara dalam (Pergola Irianti ,2005), sebenarnya pelayanan pustakawan identik dengan pribadi penjual jasa. Berdasarkan falsafah penjual yang dikemukakan Mangkunegara tersebut, yaitu bagaimana menjual dapat memberi kepuasan bagi kedua belah pihak, baik pihak pembeli maupun bagi pihak penjual. Demikian halnya dengan pelayanan pustakawan , diperlukan upaya layanan yang dapat menimbulkan rasa puas bagi pengguna maupun bagi dirinya sendiri. Selain perhatian terhadap pengguna perlu pula dipikirkan bagaimana menciptakan hubungan baik dan berkelanjutan, dengan demikian pustakawan akan memperoleh minimal dua keuntungan yaitu perpustakaan menjadi terkenal dan citra sebagai pustakawan profesional lebih terangkat.
Saat ini yang diperhatikan dari perpustakaan tidak hanya dari sisi pustakawan saja melainkan dari sisi penggunaan perangkat teknologi informasi yang pasti akan berpengaruh terhadap perilaku pemustaka dalam perpustakaan, salah satu yang dapat diperhatikan dalam pengukuran perilaku tersebut secara umum, pengukuran perubahan sikap pemustaka dapat dibedakan menjadi 2 metode yaitu :
1. Metode pelaporan diri (self report method)
Pada metode ini, individu (pemustaka) diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang pustakawan. Bentuknya bisa berupa skala sikap (attitude scale) ataupun survei pendapat (opinion polls).
2. Pengukuran tingkah laku
Pada metode ini untuk mengukur sikap pemustaka adalah dengan motode observasi yaitu dengan melihat secara langsung tingkah laku yang dilakukan pemustaka dalam menghadapi suatu objek. Sebagai contoh, sikap pemustaka terhadap fasilitas internet (ruang audio visual yang ada di Perpustakaan UAJY) dengan cara mengobservasi apakah setiap mencari sumber informasi diperpustakaan pemustaka datang ke perpustakaan untuk menggunakan fasilitas internet tersebut secara tepat dan cepat sesuai dengan rujukan sumber informasi.
B.1. Pergeseran Pelayanan di Perpustakaan
Menurut (Stuart,2002), saat ini pergeseran layanan informasi pada perpustakaan yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti perpustakaan dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :
KESIMPULAN
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini semakin memudahkan para pemustaka untuk mendapatkan informasi, memudahkan perpustakaan dalam menunjang operasional perpustakaan. Para pemustaka dapat mengakses informasi dari perpustakaan kapan saja dan di mana saja, sehingga informasi dapat tersampaikan tanpa henti. Salah satu tantangan bagi perpustakaan adalah memflter banyaknya informasi yang beredar, yang harus tersampaikan secara tepat kepada pemustakanya sehingga nilai efisien dan efektif dapat tercapai.
Perpustakaan perguruan tinggi ke depan pada intinya harus dapat menjawab tantangan perubahan paradigma informasi. Perpustakaan harus dapat memberikan ruang akses yang lebih baik kepada sumber dayanya, penggunanya, dan layanannya. Perpustakaan juga perlu kembali mencermati kendala-kendala yang ada sehingga ke depan dapat mengatasi berbagai kendala dengan baik. Sudah saatnya bagi perpustakaan untuk memfokuskan diri pada mutu pelayanan dengan melibatkan pustakawan secara lebih aktif
Jadi akan lebih baik peran pustakawan dapat benar-benar dibutuhkan sebagai pembendung dan penyaring informasi yang terkait, tentu dalam hal ini pustkawan era modern dituntut benar-benar menguasai medan, baik secara skill kreatif, individual, dan organisasi antar pustakawan.
sumber : http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=409