Menyongsong Perpustakaan Digital : Peran Pustakawan dalam Pengembangan Perpustakaan Digital
1. Pendahuluan
Sudah menjadi kebiasaan umumnya orang bahwa kedatangan ke perpustakaan adalah untuk meminjam buku atau sekedar membaca-baca bahan bacaan yang ada di sana. Kegiatan membaca dan meminjam buku ini tentu saja dapat menambah wawasan, itulah salah satu tujuan didirikannya perpustakaan. Meskipun rajin datang ke perpustakaan bukanlah satu-satunya alternatif yang dapat membuat seseorang pintar.
Seiring berjalannya aktivitas di perpustakaan , sangat memerlukan motivasi pengunjung baik yang ingin mencari referensi, melihat dan membaca koleksi perpustakaan, hingga ingin meminjam koleksi. Sesuai dengan perkembangan jaman, sudah seharusnya fungsi perpustakaan tidak hanya sekedar tempat bacaan atau memberi layanan peminjaman berupa buku bacaan saja. Banyak konsep yang perlu dibenahi agar perpustakaan tidak memiliki citra sebagai tempat yang membosankan atau tempat berkumpulnya kutu buku saja. Harus ada penerapan terobosan baru dalam pembangunan konsep perpustakaan untuk menciptakan kesan bahwa perpustakaan adalah tempat yang menyenangkan, sehingga orang akan lebih antusias untuk berkunjung. Faktanya kini banyak perpustakaan yang kondisinya memprihatinkan dan jauh dari kata ideal sehingga perlu ditingkatkan kembali karena telah mengalami degradasi yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Jika melihat perkembangan teknologi informasi (TI) berjalan begitu cepat. Hal ini menyebabkan beberapa bidang mulai mengintegrasikan diri dengan teknologi digital. Tidak terkecuali dalam dunia perpustakaan. Salah satu pengaruh teknologi digital terhadap perpustakaan adalah lahirnya perpustakaan digital. Di Amerika Serikat, dunia web didukung ketersediaan dana untuk pengembangannya. Karena itu, dengan cepat perpustakaan digital mengkristal dan populer. Para penganut pandangan determinasi teknologi memandang bahwa perpustakaan digital merupakan sebuah lompatan raksasa karena menghadirkan sesuatu yang sama sekali baru dalam kehidupan manusia. Bahkan dengan sedemikian populernya, dengan cepat perpustakaan digital merambah ke mana-mana di berbagai penjuru dunia. beberapa kalangan memandang bahwa inilah era e-book yang bakal menggerus kehadiran buku-buku cetak. Mereka menilai digitalisasi membuat semuanya lebih praktis. Namun penulis termasuk yang tidak sependapat dengan hal itu. walaupun kehadiran ebook tak bisa terelakkan dengan kemajuan zaman, buku cetak tetap akan diperlukan seseorang untuk dibaca dan dijadikan bahan referensi. Karena itu, penulis lebih setuju dengan pengembangan hybrid library (perpustakaan hibrida). Menurut Christine Brogman, ”Hybrid library are designed to brings of technologies from different sources together in the context of a working library and also to begin to explore integrated system and services in both the electronic and print environment. Artinya bahwa hybrid library didesain untuk mengelola teknologi dari dua sumber yang berbeda, yaitu sumber elektronik dan sumber koleksi tercetak yang bisa diakses melalui jarak dekat dan jarak jauh. Secara sederhana, hybrid library bisa disebut sebagai perpaduan koleksi digital (e-book/buku elektronik) dan koleksi konvensional (buku cetak).
College London), Headline (London School of Economics), dan HyLife (University of Northumbria).
Pada Perpustakaan Hibrida (hybrid library) terdapat kerja sama yang baik antara pustakawan dan teknolog. Yaitu secara bersama-sama membangun koleksi ”baru” (elektronik atau digital) dan koleksi “lama” (buku cetak) secara terintegrasi. Di Indonesia, hybrid library juga bisa dikembangkan. Apalagi, ia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan perpustakaan digital. Salah satunya,selain melakukan digitalisasi, hybridlibrary masih mempertahankan koleksi buku cetak. Sebab, pada dasarnya pemakai jasa masih memerlukan koleksi tersebut. Selain itu, karakter buku cetak tidak bisa begitu saja tergantikan oleh e-book. Demikian pula jurnal cetak yang tak begitu saja bisa digantikan oleh jurnal digital. Di sisi lain, alat pendukung untuk membaca buku elektronik belum terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat di Indonesia. Terutama masyarakat menengah bawah. Karena itu, untuk memfasilitasi dua kepentingan tersebut, hybrid library bisa menjadi salah satu alternatif bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Selain menyediakan koleksi buku cetak, hybrid library mendukung teknologi digital dalam koleksi e-book yang informasinya mungkin hanya tersedia dalam bentuk digital, bukan cetak.
2. Permasalahan
Berdasarkan pendahuluan di atas, ada beberapa permasalahan yang menyelimuti
keberadaan perpustakaan kini, baik perpustakaan di sekolah, perguruan tinggi maupun
perpustakaan daerah. Permasalahan untuk mewujudkan terciptanya perpustakaan ideal dapat
muncul dari segi internal dan eksternal. Dari segi internal misalnya keterbatasan koleksi yang
dimiliki, keterbatasan ruang dan keterbatasan tenaga pustakawan. Sedangkan dari segi eksternal
misalnya kurangnya perhatian dari pihak yang bersangkutan atas tanggung jawabnya dalam
mengembangkan perpustakaan. Secara keseluruhan, permasalahan yang paling banyak dijumpai
dalam sebagian besar perpustakaan adalah minimnya jumlah koleksi yang dimiliki. Bagaimana
orang akan tertarik datang ke perpustakaan jika di sana mereka hanya menemui koleksi yang
kuno dan itu-itu saja? Banyak siswa dan mahasiswa mengeluhkan bahwa koleksi bacaan yang
mereka temukan di perpustakaan tempat mereka menuntut ilmu adalah bacaan-bacaan yang
terkait dengan kuliah atau pelajaran saja. Itupun sudah tidak up to date dengan keluaran terbaru
yang mutakhir. Kurikulum pendidikannya sudah berubah tetapi koleksi bacaan di perpustakaan
tidak berubah. Kalaupun bertambah, jumlahnya masih minim dan seringkali tidak sesuai dengan
apa yhang dibutuhkan oleh mereka. Itu belum termasuk dengan koleksi bacaan diluar hal-hal
yang berkaitan dengan pelajaran atau mata kuliah tertentu. Koleksi bacaan yang sifatnya
menghibur seperti majalah, koran, novel, buku cerita, jumlahnya sangat sedikit. Hal ini justru
makin memperkuat aura perpustakaan sebagai tempat yang menjemukan. Tidak heran bila kini
pelajar atau mahasiswa banyak yang datang ke perpustakaan jika sedang ingin mengerjakan
tugas saja. Perpustakaan telah kehilangan salah satu daya tariknya sebagai tempat yang
semestinya bertujuan untuk menambah wawasan atau menghibur dengan koleksi yang dimiliki
dan bukan tempat untuk mengerjakan tugas saja. Sedangkan untuk keberadaan perpustakaan
daerah yang dibangun guna mencerdaskan masyarakat, masih banyak yang perlu dibenahi.
Antara lain dengan terbatasnya jenis dan jumlah koleksi bacaan yang dimiliki, kurang
bervariasinya kegiatan yang berlangsung sehari-harinya di perpustakaan, hingga minimnya
fasilitas yang tersedia. Permasalahan ini belum termasuk hambatan yang datang dari pemerintah
daerah berupa kurangnya realisasi kebijakan anggaran yang ditujukan untuk membangun
perpustakaan daerah . Rendahnya minat baca masyarakat seringkali dijadikan argumentasi yang
seolah-olah menyalahkan masyarakat dan dijadikan pijakan untuk menilai keberhasilan
pembangunan perpustakaan daerah.
3. Pengembangan Perpustakaan Digital
Sebelum memikirkan bagaimana pengembangan Perpustakaan Digital akan lebih baik
lagi jika permasalahan yang melingkupi konsep perpustakaan dibenahi lebih dahulu karena
pembentukan konsep perpustakaan merupakan hal vital yang mempengaruhi antusiasme
pengunjung yang datang. Melihat kondisi sebagian besar perpustakaan di Indonesia saat ini,
diharapkan apa yang penulis sampaikan ini dapat membantu mencari pemikiran langkah-langkah
revitalisasi perpustakaan yang memprihatinkan atau jauh dari harapan tersebut. Upaya
menghidupkan suasana perpustakaan memang tidak dapat dilakukan dengan jalan yang instan
karena banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangankan. Meskipun untuk
merevitalisasi perpustakaan bukan hal yang mudah, tetapi tidak mustahil untuk dilaksanakan.
Hasil akhirnya, diharapkan akan tercipta perpustakaan yang memadai dan diminati banyak
pengunjung, salah satu alternatifnya adalah memfasilitasi Perpustakaan yang telah ada dengan
perpustakaan Digital atau sering disebut konsep perpustakaan Hibrida(Hybrid Library).
Sulit melihat Perpustakaan Digital yang lahir tanpa ada sebelumnya perpustakaan
konvensional. Mudahnya bahwa Perpustakaan Digital adalah juga perpustakaan. Bahkan Jika
kita melihat keadaan yang ada di Amerika serikat dan Eropa barat sebagai contoh dan pedoman
lahirnya Perpustakaan Digital kenyataannya Negara tersebut ramai membicarakan Digital
Libraries pada penghujung tahun 1998 ketika itu Pemerintah menganggarkan dana yang besar
untuk Perguruan tinggi terpilih untuk memulai pembangunan perpustakaan Digital.
Senada dengan ungkapan Putu Laxman Pendit yang menyatakan, “Walau saat ini
hampir semua objek digital merupakan objek yang born digital, masih amat jarang ada
Perpustakaan Digital yang born Digital. Sebagian besar kondiri dan capaian saat ini adalah
hasil perubahan bertahab dan sistematis. Perpustakaan Digital bukan ciptaan sekecap.
Pengembangan perpustakaan digital mengalami pengaruh yang cukup besar, tidak hanya
pada pemustaka, tetapi juga pada pustakawan. Perpustakaan digital akan mengakibatkan
perubahan, antara lain, dengan tugas-tugas di perpustakaan, hubungan dengan pemustaka, system
manajemen baru dalam organisasi perpustakaan itu sendiri. Sesungguhnya terdapat tantangan
pada manusia dan peran organisasi induk tempat perpustakaan bernaung yang perlu
diperhitungkan dalam mengembangkan dan mendukung perpustakaan digital. Faktor manusia
menjadi suatu elemen yang sangat penting dalam membangun perpustakaan digital. Fungsi
manusia, dalam hal ini adalah pustakawan dalam organisasi perpustakaan, yang akan
menggerakkan manusia lainnya, sarana dan prasarana yang ada untuk mencapai tujuan atau
sasaran. Adapun dukungan lembaga/instansi induknya terhadap perpustakaan termasuk ke dalam
faktor yang menentukan munculnya motivasi yang mendorong pustakawan dalam menjalankan
tugasnya.
Sebelum penulis masuk pada hal-hal apa yang perlu dipersiapkan dalam membangun
Perpustakaan Digital perlu penulis sampaikan tentang jenis perpustakaan, agar ada pemikiran
yang sama ketika membicarakan tentang perpustakaan Digital. Karena selama ini banyak
pemahaman yang keliru tentang pemaknaan Perpustakaan Digital oleh banyak orang. Menurut
beberapa teori yang penulis temukan ada empat jenis perpustakaan diantaranya :
1. Perpustakaan digital, yaitu perpustakaan yang koleksinya dikemas dalam format
digital sehingga dapat diakses menggunakan komputer.
2. Perpustakaan Hibrida, yaitu perpustakaan yang memiliki koleksi dalam bentuk
cetak maupun format digital.
3. Perpustakaan Konvensional Terautomasi, yaitu perpustakaan yang memiliki
koleksi dalam bentuk cetak dengan layanan terautomasi (pelayanan menggunakan
teknologi informasi).
4. Perpustakaan Konvensional, yaitu perpustakaan yang memiliki koleksi dalam
bentuk cetak dan layanannya secara manual.
Dari pengertian tersebut jelas kita dapatkan gambaran yang dimaksud perpustakaan
Digital sehingga hal apa saja yang kita perlukan untuk membangunnya. Kebutuhan dalam
perpustakaan digital adalah perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan komputer
sebagai elemen-elemen penting infrastruktur sebuah perpustakaan digital. Perangkat utama
yang diperlukan dalam perpustakaan digital adalah computer personal (PC), internet (internetworking), dan world wide web (www). Ketiga hal tersebut memungkinkan adanya
perpustakaan digital. Internet terdiri dari sekumpulan jaringan komputer milik perusahaan,
institusi, lembaga pemerintah, ataupun penyedia jasa jaringan (Internet Service Provider)
yang saling terhubung di mana masing-masing jaringan komputer yang terhubung dikelola
secara independen. Dengan adanya internet, maka perpustakaan digital dapat diakses dimana
saja dan kapan saja tanpa batasan waktu. Perpustakaan adalah pihak yang sangat cepat
mengadopsi teknologiteknologi baru, dari sejak munculnya microfilm¸ layanan informasi
online, sampai ke CD-ROM. Pengadopsian dua teknologi baru yaitu internet dan website
merupakan pendorong utama terbentuknya perpustakaan digital.
ahli komputer dengan pustakawan yang telah lama terjalin sejak mereka bekerja bersama
membangun sistem untuk otomasi perpustakaan. Dengan hadirnya web di tahun 1994,
perpustakaan digital dan penerbitan elektronik telah bergerak untuk melakukan aktivitasaktivitas yang akan mulai melengkapi perpustakaan dan penerbitan tradisional. Adanya web mempermudah seseorang untuk menyimpan, mengakses, menampilkan data atau koleksi dalam bentuk digital, dan adanya internet memungkinkan data digital di satu tempat bisa
diakses dengan mudah dan cepat dari tempat lain. Jika misalnya terdapat sepuluh perpustakaan
digital saja yang masing-masing memiliki kurang lebih 100.000 koleksi berformat digital
di mana daftar koleksinya berbeda antara satu dengan yang lainnya,maka itu berarti tersedia
satu juta koleksi yang diakses oleh pengguna. Dengan perpustakaan, konsep berbagi sumber
daya (resource sharing) yang selama ini terbentur oleh berbagai hal (seperti birokrasi,
politik, dan sebagainya), benar-benar bisa dilaksanakan dengan lebih mudah. Konsep
peminjaman antar perpustakaan (inter-library loan) kini menjadi sangat mudah dilakukan.
Dari sekian banyak buku yang telah menuliskan mengenai sistem informasi, ada
tiga elemen pendukung penting yang diperlukan dalam pengembangan sistem informasi,
yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan manusia (brainware).
1) Perangkat Keras
a) Web server, yaitu server yang akan melayani permintaanpermintaan layanan web page dari para pengguna internet
b) Database server, yaitu jantung sebuah perpustakaan digital karena di sinilah keseluruhan koleksi disimpan
c) FTP server, yaitu untuk melakukan kirim/terima berkas melalui jaringan komputer
d) Mail server, yaitu server yang melayani segala sesuatu yang berhubungan dengan surat elektronik (e-mail)
e) Printer server, yaitu untuk menerima permintaan-permintaan pencetakan, mengatur antriannya, dan memprosesnya
f) Proxy server, yaitu untuk pengaturan keamanan penggunaan internet dari pemakai-pemakai yang tidak berhak dan juga dapat digunakan untuk membatasi ke situs-situs yang tidak diperkenankan
2) Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang paling banyak digunakan adalah Apache yang bersifat open source (bebas terbuka-gratis). Untuk yang mengunakan Microsoft, terdapat perangkatlunak untuk web server yaitu IIS (Internet Information Sevices).
3) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam sistem informasi ini adalah:
a) Database Administrator, yaitu penanggung jawab kelancaran basis data
b) Network Administrator, yaitu penanggung jawab kelancaran operasional jaringan computer
c) System Administrator, yaitu penanggung jawab siapa saja yang berhak mengakses system
d) Web Master, yaitu penjaga agar website beserta seluruh halaman yang ada di dalamnya tetap beroperasi sehingga bisadiakses oleh pengguna
e) Web Designer, yaitu penanggungjawab rancangan tampilan website sekaligus mengatus isi website (Putu Laxman Pendit, dkk. 2007: 177-188).
Perpustakaan digital pada dasarnya memiliki 3 (tiga) karakteristik utama sebagaimana
diulas Tedd dan Large (2005), yaitu :
1) Menggunakan teknologi yang mengintegrasikan kemampuan menciptakan, mencari, dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dalam sebuah jaringan yang tersebar luas.
2) Memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data, baik dilingkungan internal maupun eksternal.
3) Merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumber daya digital yang dikembangkan bersama – sama komunitas pemakai jasa untuk memenuhikebutuhan informasi mereka.
Untuk itu perpustakaan digital merupakan integrasi berbagai institusi yang memilih, mengoleksi, mengolah, merawat, dan menyediakan informasi secara meluas keberbagai komunitas.
Kemudian yang harus dilakukan oleh pustakawan di Perpustakaan sekolah, perguruan
tinggi maupun daerah, adalah aset berupa content(sumber daya koleksi) yang semestinya
dikembangkan karena sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk mencerdaskan bangsa bila
apa yang terdapat dalam perpustakaan tersebut dimaksimalkan penggunaannya dengan fasilitas
Perpustakaan Digital. Hal lain yang dapat dilakukan oleh pustakawan adalah perlu melakukan
upaya menggiatkan kembali nafas perpustakaan adalah dengan menambah jumlah koleksi bacaan
yang lebih beragam baik koleksi digital maupun koleksi tercetak namun harus disesuaikan
dengan mayoritas pengunjung yang biasa memanfaatkan perpustakaan tersebut.
Pustakawan juga bisa mengembangkan Konsep Perpustakaan Hybrid , yaitu perpustakaan
yang memiliki koleksi dalam bentuk format digital dan format cetak sepertinya tepat diterapkan
guna merevitalisasi perpustakaan yang ada kini baik di sekolah, perguruan tinggi maupun
perpustakaan daerah dengan menyediakan sarana yang diperlukan untuk membangun perpustakaan digital. Fasilitas perpustakaan hybrid yang lebih lengkap akan membantu orang
yang datang berkunjung untuk mencari yang mereka butuhkan.
Selain itu Seiring dengan kemajuan teknologi informasi pustakawan harus
mengembangkan system sarana peminjaman koleksi prosesnya dilakukan melalui software
automasi degan pelayanan berbasis web juga memudahkan pencarian katalog dan koleksi secara
online. Namun bagi perpustakaan daerah, perpustakaan desa/masyarakat tidak semua orang yang
berkunjung melek teknologi karena jenis pemustaka lebih beragam. Dengan konsep
perpustakaaan hybrid, orang yang belum melek teknologi, belum mampu mengoptimalkan
pencarian katalog secara online tersebut masih tetap bisa menikmati berkunjung ke perpustakaan
untuk mencari koleksi-koleksi perpustakaan dalam format cetak. Disamping itu pustakawan juga
harus meng-upgrade pengetahuannya di bidang Teknologi Informasi Komputer agar mampu
memberikan layanan dan menyediakan layanan perpustakaan Digital dengan sebaik-baiknya.
5. Penutup
a. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah, berbagai macam
permasalahan yang muncul baik segi internal maupun eksternal dalam usaha pencapaian citra
perpustakaan ideal itulah yang sesungguhnya berdampak langsung dengan antusiasme
pengunjung perpustakaan. Pengunjung ibaratnya nafas bagi perpustakaan. Jika perpustakaan
yang dijumpai masih memberikan kesan menjemukan, bagaimana akan banyak diminati oleh
pemustaka?. Padahal kesan menjemukan masih bisa dirasakan pada sebagian besar perpustakaan
di Indonesia. Oleh karena itu, revitalisasi atas kondisi perpustakaan yang memprihatinkan ini
sudah saatnya diwujudkan. Salah satu caranya adalah dengan penerapan konsep perpustakaan
Digital yang dipadukan dengan layanan perpustakaan konvensional yang dikembangkan dengan
baik, yaitu perpustakaan yang memiliki koleksi dalam format digital dengan layanan yang
modern. Langkah ini diharapkan akan mampu memulihkan kondisi perpustakaan hingga
menciptakan kesan bahwa perpustakaan adalah tempat yang menyenangkan bagi pengunjung
yang pada akhirnya akan mendongkrak jumlah pengunjung yang datang. Konsep perpustakaan hybrid memberi keleluasaan bagi pengunjung dalam menikmati fasilitas perpustakaan dan
memilih jenis koleksi yang tersedia. Konsep perpustakaan hybrid dinilai lebih menarik dan lebih
lengkap sehingga tepat digunakan untuk merevitalisasi kondisi dalam upaya menuju
perpustakaan yang ideal. Seluruh lapisan yang terkait juga diperlukan partisipasinya dalam upaya
revitalisasi ini karena membangun perpustakaan ideal bukanlah hal yang bisa dilakukan secara
instan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan dikembangkan, termasuk optimalisasi
fasilitas yang telah tersedia pada perpustakaan dan pada akhirnya maintenance perpustakaan itu
sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa pengembangan perpustakaan seringkali terbentur masalah
pendanaan. Masalah serius ini sudah seharusnya mendapat perhatian agar hambatan berkurang.
Dengan demikian, pengunjung dapat memiliki perpustakaan ideal sebagai salah satu sarana
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
(The MIT Press)
Pendit, Putu Laxman. 2008. “ Perpustakaan Digital: dari A-Z ”Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri
_________________. 2009. Perpustakaan Digital:Kesinambungan dan Dinamika, Jakarta, Cita
Karyakarsa. Hal 137
_________________. (2007). Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan
Tinggi Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Tedd, L. A., & Large, A. , Digital Libraries: Principles and Practice in a Global Environment
(Munchen: K.G. Saur, 2005) hlm. 16 – 19.
Leave a Reply