MENUJU PERPUSTAKAAN IDEAL

MENUJU PERPUSTAKAAN IDEAL

Oleh: Wahyu Murtiningsih*

Seperti kita ketahui bersama, bahwa sekarang ini jaman telah berubah. Dari tahun ke tahun semua bangsa maju dan berkembang untuk memantapkan posisi masing-masing. Jaringan komunikasi global pun semakin meningkat. Segala macam peralatan canggih dan praktis diciptakan pula untuk kemudahan komunikasi. Dengan adanya komunikasi yang serba cepat dan efektif itu maka informasi yang ada akan cepat menyebar dari pusat sampai ke pelosok. Kita dapat mengetahui kejadian di belahan bumi dalam waktu yang sama tanpa kita harus pergi ke tempat kejadian. Untuk menyambut era globalisasi ini tentu saja semua lembaga bersaing ketat dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat termasuk perpustakaan. Perpustakaan di jaman dulu dan sekarang tentu saja berbeda. Pada jaman dulu semua masih sederhana, manajemen yang ada belum ditata secara efektif sehingga pelayanannyapun belum maksimal. Sekarang dengan mengetahui prinsip-prinsip kepustakawanan yang ada maka per-pustakaan diharuskan dapat berperan banyak dalam menyebarkan informasi. Kemajuan jaman sekarang memang menuntut perpustakaan untuk membenahi dirinya ke arah kemajuan agar tidak ditinggalkan oleh masyarakat.

Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dengan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan bertujuan untuk mendayagunakan koleksinya untuk kepentingan umum bukan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Lalu pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana cara mewujudkan perpustakaan yang dapat melayani pemakai dengan baik dan efektif sehingga pemakai dapat menemukan informasi secara cepat dan tepat. Untuk mewujudkan hal itu tentu saja bukan pekerjaan yang mudah tapi bisa terlaksana. Dalam membuat perpustakaan yang ideal yang mampu menjawab tantangan jaman, perlu memperhatikan hal-hal yang penting seperti di bawah ini.

Pertama adalah sumber daya manusia yang mengelola perpustakaan. Komponen ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses pengembangan diri perpustakaan. Keluwesan dalam menanggapi dinamika perubahan jaman oleh pustakawan mutlak diperlukan jika per-pustakaan ingin maju. Sekarang ini jalan yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah SDM dalam dunia perpustakaan adalah menetapkan ketentuan calon pustakawan harus berpendidikan minimal D-3 perpustakaan. Tapi walaupun begitu ternyata perpustakaan belum dapat berkembang secara optimal. Rupanya dengan hanya berpendidikan D3 perpustakaan saja belum cukup. Hal yang terpenting dalam pengadaan SDM untuk menuju perpustakaan yang ideal adalah pustakawan yang berdedikasi tinggi pada tugas dan mempunyai kemampuan plus. Mereka tidak hanya bermodalkan tanda lulus dari D3 perpustakaan tapi juga harus bisa menguasai ketrampilan lain yang ada hubungannya dengan pengolahan perpustakaan seperti komputer. Di jaman yang serba canggih ini komputer tak bisa ditinggalkan begitu saja, karena komputerlah yang menguasai semua jaringan informasi global. Padahal kita tahu bahwa perpustakaan adalah pusat dan penyebar informasi. Alangkah menyedihkan jika perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan informasi tidak bisa melakukan tugasnya memberikan informasi pada masyarakat, hanya karena SDM-nya yang tak mempunyai kemampuan untuk melayaninya. Rupanya alasan itulah yang membuat masyarakat beropini kurang baik terhadap perpustakaan dan memandang sebelah mata pada perpustakaan.

Hal kedua yang perlu dicermati dalam pengembangan perpustakaan adalah manajemen perpustakaan yang digunakan. Manajemen ini juga tergantung pada SDM dalam perpustakaan tersebut. Jika SDM-nya cukup berkemampuan untuk membuat kebijakan yang membuat perpustakaan maju, maka perpustakaan akan cepat berkembang. Manajemen yang terkesan berbelit-belit dan kolot tak lagi berlaku di jaman sekarang. Untuk itu dibutuhkan segalanya yang serba praktis dan efektif termasuk dalam mengatur perpustakaan.

Penambahan pegawai perpustakaan yang tidak dapat berperan banyak seharusnya dihilangkan, karena tidak efektif. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji mereka sia-sia saja. Bila perpustakaan benar-benar membutuhkan tambahan tenaga baru maka sistem penerimaannya harus dilakukan secara selektif bukan menggunakan sistem kekeluargaan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan yang fatal. Dengan kata lain bahwa perpustakaan mementingkan kualitas dari pada kuantitas pengelolanya. Selain itu pengaturan struktur organisasinya juga harus jelas. Masing-masing bagian harus mengerti tugas dan kewajibannya. Bagian pengadaan bahan pustaka, pengolahan, penyimpanan dan redistribusi harus tahu kedudukannya dan peranannya dalam perpustakaan. Kalau mereka sudah tahu dan menyadari akan hal itu maka proses temu kembali informasi akan terjadi secara cepat dan tepat. Selain itu manajemen yang ada juga harus mengutamakan komunikasi yang baik antara bawahan dan atasan. Bentuk komunikasi seperti ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan tugas. Sikap atasan yang terkesan “galak” pada bawahannya kurang baik walaupun sikap tegas juga diperlukan. Sikap yang tidak bersahabat dari atasan pada bawahan akan menyebabkan bawahan tidak bisa berkembang karena merasa terkekang.

Ketiga, sesuatu yang tak kalah pentingnya dalam mewujudkan perpustakaan ideal adalah lengkapnya koleksi yang dimiliki oleh perpusta-kaan. Kita mungkin sering mengalami kekecewaan manakala kita datang ke perpustakaan untuk mencari informasi ternyata kita di sana tidak memperoleh apa-apa hanya karena perpustakaan tersebut tidak lengkap. Sebetulnya hal itu tidak perlu terjadi apabila perpustakaan rajin meng-adakan kerjasama di antara mereka. Perpustakaan tak perlu membeli semua bahan koleksi untuk melayani pemakai, karena hal itu tak mungkin. Tapi dengan adanya kerjasama antar perpustakaan yang baik dan konsisten maka biaya pengadaan bisa ditekan. Bentuk kerjasama tentu saja ber-macam-macam mulai dari pengadaan bahan pustaka sampai kerjasama pengolahan. Kerjasama antar perpustakaan tidak hanya menguntungkan pemakai saja tapi juga para pustakawannya, karena antar pustakawan dapat saling bertukar informasi atau seputar dunia kerja di perpustakaan sehingga pengalaman mereka menjadi lebih banyak.

Hal keempat, yaitu soal dana. Sampai saat ini masalah yang dihadapi perpustakaan adalah kurangnya dana yang dimiliki oleh perpustakaan dan sedikitnya subsidi dari pemerintah.

Alasan ini pula yang sering disebutkan untuk menjawab mengapa perpustakaan kurang berkembang. Tapi seharusnya hal itu tak perlu terjadi karena perpustakaan dapat memperoleh dana dari luar apabila pustakawannya mampu dan mau berkreasi. Cara yang ditempuh banyak sekali, diantaranya selain menajdi tempat peminjaman buku pada masyarakat, perpustakaan juga membuka usaha lain seperti fotokopi, menjual peralatan sekolah, bahkan makanan. Hal tersebut boleh-boleh saja asal tidak mengganggu tugas utamanya sebagai tempat penyebar ilmu dan informasi. Tapi untuk mewujudkan hal itu memang tidak mudah tapi bisa terlaksana. Usaha yang pertama dilakukan tak perlu menyiapkan modal yang sangat besar tapi dilakukan secara bertahap. Yang paling pokok yang menjadi pedoman adalah tugas dan fungsi perpustakaan tidak terabaikan. Jangan sampai membuka usaha lain sukses tapi tugas utama rusak. Jenis perpustakaan seperti ini telah sukses dilaksanakan di luar negeri terutama di negara maju. Mereka membangun perpustakaan seperti tempat belajar dan rekreasi yang tenang dan nyaman, sehingga masyarakat sangat antusias untuk menggunakannya. Selain membaca buku mereka dapat berbelanja untuk kebutuhan belajar-nya di perpustakaan. Pada awalnya itu semua merupakan usaha kecil-kecilan tapi berkat usaha, kerja keras dan didukung oleh SDM yang bermutu dan berdedikasi tinggi maka perpustakaan ideal bisa terwujud.

Setelah kita mengamati hal-hal di atas untuk mewujudkan perpustakaan yang ideal maka kita seharusnya mulai berusaha untuk mewujud-kannya. Dengan komponen yang ada seperti SDM yang berkualitas, manajemen yang handal dan kerjasama antar perpustakaan yang kompak serta dana yang memadai maka perpustakaan ideal akan terwujud.

 *Wahyu Murtiningsih, mahasiswa D3 Ilmu Perpustakaan FISIPOL UGM, angkatan ’96

sumber: http://kober.tripod.com/4.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *