Sejarah Sekaten Yogyakarta

Sekaten-

Jika anda datang ke Jogja, saat ini tengah berlangsung perayaan Sekaten yang berlangsung hingga 15 Februari mendatang. Ada beragam suguhan yang bisa anda nikmati. Di antaranya adalah panggung budaya. Berbagai suguhan kesenian dari yang klasik hingga yang modern, disuguhkan setiap malam. Bagi penikmatin kesenian tradisional jawa, anda bisa menikmati ketoprak humor dan wayang orang, wayang kulit. Ada pula kesenian khas keraton Yogyakarta. Anda juga bisa menyaksikan berbagai kesenian modern seperti qasidah, pentas musik, dan lain-lain.
Selain berbagai pertunjukan, prosesi Sekaten juga dimeriahkan dengan pasar malam. Di sini berbagai jenis makanan, pakaian, barang rumah tangga, berbagai permainan dan lain-lain bisa anda nikmati. Dan para pedagang yang datang tidak hanya dari wilayah Yogyakarta, melainkan juga dari berbagai daerah. Ketak telor misalnya, makanan khas betawi ini ikut serta meramaikan Sekaten

Sekaten merupakan perpaduan antara kegiatan dakwah Islam dan seni. Sejarah Sekaten menyebutkan, bahwa Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian karawitan (gamelan Jawa) untuk memikat masyarakat luas agar datang dan menikmati pergelaran karawitan-nya dengan menggunakan dua perangkat gamelan Kanjeng Kyai Sekati. Di tengah pagelaran diisi khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Pagelaran seni karawitan sendiri bertepatan dengan perayaan maulid Nabi Muhammad saw.

Sekaten Jogja _maxtro tour and travel

Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat. Dari kata syahadatain inilah muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Bagi masyarakat Yogyakarta meyakini bahwa dengan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw, akan mendapat pahala dari Yang Maha Agung dan dianugerahi awet muda. Dalam prosesinya, mereka diharuskan menguyah sirih di halaman Masjid Agung Yogyakarta, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan Sekaten. Tak heran jika hingga kini banyak dijumpai para penjual sirih dengan ramuannya dan nasi gurih dengan berbagai lauk-pauknya.

Di saat kerajaan Islam bergeser ke Mataram dan ketika kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta), perayaan Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sebagai warisan budaya Islam. Perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain: pertama, dibunyikannya dua perangkat gamelan (Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang; kedua, peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat, dan ketiga, pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.

Puncak perayaan Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari, ditandi dengan dikeluarkannya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.

Tepat pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW bertempat di Masjid Agung. Peryaan mauled nabi ini ditandai dengan pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.

Sekaten adalah warisan budaya Islam yang tidak sebatas seremonial. Ada banyak nilai yang terkandung di dalamnya, dari mulai ketauladanan nabi dan keagungan ajarannya yang harus kita jadikan acuan hidup, hingga menjaga eksistensi budaya Islam yang tumbuh berdapingan dengan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *