FIRST LOVE NEVER DIES

Karya  Kurnia Laras Asih
Langit malam tampak lebih indah dari biasanya saat bulan purnama yg benderang ada disana. Aku dan Adi berbaring tenang di atas mobil pick-up milik Adi yang tengah mencoba untuk menghitung bintang -bintang yg bertaburan. Ia terus mengulangi hitungannya dari awal tiap kali aku menyela, dan ia tampak cukup kesal.
“,Adi berisik ah! Kamu nggak bakal bisa hitungin bintang sebanyak itu..”

Adi pun berhenti menghitung lalu menghela nafas panjang, “Oke… Aku berhenti, tapi kamu harus jawab pertanyaanku dulu!”
“Oke, siapa takut?? Matematika? IPA? Aku jagonya!”
“Ihh, bukan soal pelajaran tau! Dengar ya.. Apa bedanya bintang kejora dengan mata hitammu??”
“Hmm, ya iyalah beda. Itu ‘kan bintang, kalo ini mata..”
“Eits, salah! Jawabannya, kalau bintang kejora itu menerangi banyak orang di bumi tiap malam hari. Nah, kalau mata hitammu itu menerangi hidup, jiwa, dan hatiku tiap hari, tiap jam, dan tiap detik”

First Love Never Dies
Aku tertawa, “Rayuan palsuu”
“Ihh, serius! Tau ngga, kalo langit itu seharusnya malu sama aku??”
“Lho, memangnya kenapa?”
“Karena.. Bintang-bintang yang langit punya itu kalah indahnya sama mata hitam kamu!”
“Eh, tapi kamu sayang sama aku bukan cuma gara-gara mata hitam aku‘kan??
Irwan menggeleng degan penuh keyakinan, “Ya jelas bukan. Aku sayang sama kamu itu ya karena diri kamu sendiri, Laras”
Aku dan Adi sama-sama tersenyum dan suasana pun hening sejenak.
Adi mengecup keningku dan…
* * *

BRUK..!!
“Aduh!|
Aku terbangun dan lagi-lagi karena jatuh dari tempat tidur.
Aku pun mencoba untuk berdiri walau sulit karena selimut tebalku melilit tubuhku dan aku harus melepaskannya terlebih dahulu.
Pintu kamar lalu terbuka, “Laras, kamu jatuh dari ranjang lagi?” tanya Mama.

Ya, pintu kamarku memang tak pernah ku kunci agar Mama bisa leluasa keluar masuk kamarku untuk membangunkanku yang walau sudah berumur 16 tahun ini masih saja tidak bisa bangun pagi. Dan untuk dua hari ini, ia tak perlu lagi repot-repot membangunkanku karena sudah dua hari ini aku terjatuh dari tempat tidur tiap pagi dan hal itu membuatku bangun dengan sendirinya.
“Terus saja seperti itu. Jadi Mama tidak perlu membangunkanmu lagi tiap pagi” lanjutnya dengan mimik wajah senang.

Aku cemberut, “Anaknya kesakitan kok malah senang sih, Ma. Lama-lama bisa encok nih!”
“Haha, ada-ada saja. Kamu itu masih muda, belum waktunya encok segala. Mendingan kamu cepat-cepat mandi, deh. Terus antar adik mu ke sekolah. Mama mau siapin sarapan buat kalian dulu”
Aku hanya mangut-mangut sambil berjalan santai ke dalam kamar mandi, menyalakan shower dan percikan air pun membasahiku.

Namun, pikiranku kembali tertuju pada mimpiku tadi. Andai saja momen itu bisa terjadi,pasti bakalan indah banget “aku mengucapkan hal itu sambil tersenyum bahagia”.
Adi memang selalu memuji mata hitamku yang ku punya secara alami sejak lahir ini. Dan mungkin tak hanya Adi, tapi semua orang pun akan memuji mata pacarnya sendiri. Tapi, untuk saat ini hal itu tak penting dan tak mungkin terulang kembali karena Adi hanya masa laluku yang indah.
Aku terus bertanya-tanya apa maksud dari semua ini. Memimpikan kenangan lama bersama orang yg tidak pernah ku temui lagi dan kontek pun tak pernah dua tahun lamanya dalam dua hari berturut-turut tentu bukan hal yg biasa.Aku bahkan tak pernah sedikitpun mengungkit-ungkit tentang Adi akhir-akhir ini. lalu, ada apa?.
Adi sesungguhnya adalah cinta pertamaku saat aku masih berumur 14 tahun . Dan tepat ketika aku berumur 15 tahun, aku tidak lagi bersamanya karena aku fokus dengan UN dan dia pun begitu ,kita pun sama-sama mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan yang telah berjalan lumayan lama. Kisah kasihku dengannya pun secara otomatis berakhir begitu saja tanpa banyak kata terungkap dari bibirku seiring aku tak pernah menghubunginya lagi.

Terdengar begitu singkat memang, tapi rasanya akan terlalu panjang jika aku harus menjelaskannya secara mendetail. Dan kini momen-momen manis bersama Adi itu merasuk ke dalam mimpi-mimpiku dimalam hari seakan menghantuiku dan tak rela untuk dilupakan.
“Larass..!!” suara Mama menggelegar dari ruang makan bawah.
Aku yang baru saja selesai berpakaian sambil terus memikirkan mimpi-mimpi itu segera menghampirinya dalam waktu kurang dari 1 menit dan tanpa ragu aku pun mencomot omelet mietelur yang tersaji di atas meja makan.

Aura, adikku, yang tampaknya baru selesai sarapan dengan menu sereal kesukaannya menatapku dengan wajah bingung.
“Kaka hari ini nggak Sekolah?”
Aku menggeleng, “Ada pekerjaan, hehehe. Hari ini kakak dapat panggilan untuk menyanyi di 2 acara pangung yang megah. Nah, nanti malam, kakak juga harus nyanyi di kafe. Gimana? Jadwal kakak full banget kayak selebriti ‘kan? Sampe-sampe ga sekolah” dengan enaknya aku membisikan adikku dengan ucapan tapi ‘bercanda’ wakakak”. Adikku ini emang dasar ya inikan hari sabtu sayang kaka engga sekolah lah “sambil menjulurkan lidahku”
Mama tiba-tiba mencubit pipiku, “Jangan mentang-mentang kamu setiap hari sabtu libur terus kamu bisa alesan buat main terus, ya!”
Aku meringis kesakitan sambil senyum-senyum, “Yayaya, aku ngerti. Bawel ah, aku mau manasin motor dulu. Aura, kamu nanti kalau sudah siap langsung ke depan yaa!”
Aura hanya mengangguk pelan dan aku berlari-lari kecil keluar menghampiri motorku yang terparkir di depan rumah.

Tiba-tiba saja handphone-ku berdering saat aku mulai memanaskan motor. Dan, oh, panggilan dari teman SMPku yang namanya apipah.
“Hai, Apipah”
“Laras, kamu bisa datang ke tempat acara ulang tahunku engga nanti sore?”
“Hah? Oh iyayah kamu ulang tahun ya pip aku sampe lupa ,maaf ya”
“Iya ras.Hehe gapapa kok ras ,jam 4 sore ya ras acaranya”
“Oke deh pipah ,terus makasih ya udah di undangnya pake segala di telfon jadi merasa terhormat hahaa ,ohh ya pip udah dulu ya aku mau nganter adik aku ke sekolah ?”
“Oke,Ahh sih laras kebiasaan di telfon masih aja sempet bercanda hahaa” Apipah mengakhiri pembicaraan.

Aura datang menghampiriku, “Itu tadi telpon dari siapa, ka?”
“Kepo nih. Emangnya kenapa kalau kaka dapet telfon pagi-pagi gini ?”
“Yee kaka ,ya engga kenapa-kenapa sih kan aku cuma nanya?”
“Iyadeh iya tadi temen kaka ngundang buat acara ulang tahun dia ”
“Ohh, siapa ka ??”
“Apipah de yang pas SMP kaka yang suka maen kerumah kita”
“Oalah ka apipah toh ,yaudah nanti aku titip salam juga ya buat dia ,salamnya suka-suka kaka deh mau bilang apaaja hehe”
Aku mengacak-acak poni adik perempuanku ini yang baru berumur 12 tahun itu, “Pasti kakak salamin, kok. Tapiiii… Sekarang kamu harus naik ke atas motor dalam hitungan ketiga dan kita akan berangkat! Satuu.. Dua.. Tiga..!!”
Aura pun sudah duduk manis diatas motor.

Lalu aku menyalakan stater dan.. Brrmm! Motorku melaju ke sekolah Aura.
“Kakak nanti jemput aku atau nggak?”

Aku berpikir sejenak, “Kakak nggak bisa pastikan sekarang. Nanti kamu telpon kakak aja”
“Memangnya kakak sibuk, ya?”
“Ya begitulah..”
“Lebih sibuk mana, Main atau Jemput adik sendiri ??”
Aku mengernyitkan dhi, “Pertanyaanmu kok aneh begitu?”
“Yaa emang bener kan ka pertanyaan aku patut dijawab ,kaka kan kadang-kadang suka bohong sama Mama bilangnya kerja kelompok padahal ma main itumah hayoo ngaku!.”
“Yee soh tau kamu ,kaka itu kerja kelompok tapi kalau kerja kelompoknya udah selesai apa salahnya buat maen !!”
Aura menjulurkan lidahnya, “Wah kaka nih engga mau ngaku ya sama adik sendiri ,dari pada nanti aku bilangin ke mama hayo kalau kaka pernah bohong”.

Ngaku apanya sih adikku yang soh tau ,jelas-jelas kaka udah bilang kaka itu kerja kelompok dulu terus nanti kalau kerja kelompoknya udah selesai baru deh kaka .…” aku tiba-tiba menghentikan pembicaraanku.
“Baru deh apa kak??”
Tak terasa kami sudah sampai di depan sekolah Aura, aku menghela nafas lega, “Lupakan deh, mulai sekarang kakak akan coba untuk terus antar jemput kamu kalau dihari libur kaka sekolah, dan sekarang mendingan kamu turun, masuk ke kelas, terus belajar yang rajin. Oke??”
Aura pun segera turun dari motor tanpa banyak omong.
Aku duduk dijok motor dan terbayang untuk sesaat, melanjutkan kata-kataku yang belum selesai, “Baru deh kaka main.. ,dan kata-kata main itupun membayangkan aku dengan Adi yang selalu mengajak main aku pas hari libur .Ya Tuhan, dua tahun sudah berlalu dan aku hampir berhasil melupakannya tapi …” kalimatku terhenti lagi.
Motor itu. Ya, motot beat merah yang berhenti didepanku saat ini persis seperti motor milik Adi. Berwarna merah, dengan plat.. Hei, aku jadi ingin tahu plat motor di depanku ini… B3257TCE?!!
Tidak salah lagi, ini motor ADI!.
Aku segera menyalakan mesin motorku seiring motor beat merah itu mulai berjalan menjauh.
Aku harus mengejarnya, gumamku.
Pikiranku melayang, mengingat salah satu hari terindah dalam hidupku, sementara mataku tetap terfokus mengikuti arah kemana motor beat merah itu pergi…
* * *

Bukannya berhenti, hujan justru menjadi makin deras. sesekali terdengar suara petir menyambar disana-sini, kedipan kilat pun jadi bagaikan lampu disko yg menambah gundah hatiku.
Jam tanganku menunjukkan jam 3 sore. Langit pun makin lama jadi makin gelap tertutup awan hitam yg menakut-nakutiku, seakan mentaru telah lenyap dari alam semesta. Aku belum beranjak dari tempat tidurku untuk siap-siap pergi ke acara ulang tahun teman SMPku. Satu jam yang lalu hujan mulai turun dan hingga kini tak kunjung berhenti. Dan aku pun bingung untuk dateng ke acara ulang tahun temenku atau tidak.

Telepon genggamku entah kemana aku lupa menaruhnya. Andai saja aku tak lupa , aku sudah menggabari temanku untuk memberi kabar ia tidaknya aku dateng ke acara ulang tahunya. Aku terpaksa nekad walaupun hujan untuk dateng ke acara ulang tahun temenku dengan menaiki angkutan umum “fikir ku supaya tidak kehujanan” .Menit demi menit berlalu, Aku pun siap untuk berangkat ke acara ulang tahun. Tampaknya nanti aku turun dari angkot hujannya makin deras deh, pikirku.”menepuk jidatku sambil berkata bego gua engga bawa payung”
Pas turun dari angkot aku pun membayar dengan hujan yang menetesi badanku ,tapi anehnya pas aku bayar tidak ada air yg turun lagi.“Adi? Kamu…” tangan kanan dan kiri Adi membawa jaket untukku dan menutupiku dengan jaket tersebut .Aku terkejut melihatnya dan badannya yg basah kuyup karena kehujanan begitu deras, “Kamu naik motor hujan-hujanan? Apa naik apa?”

Adi mengangguk ,”Ia aku naik motor”
“Tapi kok jaket ini kering?” aku memegang jaket yang tadi dipakaikan padaku saat aku hampir kehujanan.
“Aku taruh jaket itu di bagasi motorku, aku tahu pasti kamu hampir keujanan, makanya aku bawa jaket itu, walau sebenarnya aku juga perlu. Tapi kalo buat kamu, apa sih yg nggak? Hehehe”

Aku tercengang memandangi Adi. Di saat seperti ini saja ia masih bisa tertawa untukku, “Darimana kamu tahu aku disini? Bukannya kamu jam segini biasanya ada tanding futsal ataupun latihan futsal?”
“Iya, aku tadi ada latihan futsal sih sebentar tapi sekarang udah selesai kok. Tadi di warung aku istirahat sebentar dan telpon kamu. Tapi kok nggak diangkat?”
“Handphoneku aku lupa menaruhnya dimana hehe..”
“Ohh, pantas. Tadi, aku bingung kenapa kamu nggak angkat, jadi aku langsung ke rumah kamu, soalnya aku juga mau nganterin sesuatu ke kamu nih. Sampai disana, Mama kamu bilang kamu belum pulang. Aku tungguin deh disana, tapi makin lama hujan makin deras, kamu nggak pulang-pulang juga. Aku jadi khawatir, aku cari kamu ke semua rumah temen-temen kamu, tapi nggak ada. Sampai akhirnya aku nemuin kamu disini. Aku lega banget Ras, aku takut kamu kenapa-kenapa” ia mendekapku, aku bisa merasakan rasa kekhawatirannya dari tatapan dan cara ia bicara. Namun aku masih terus memikirkan bagaimana ia melakukan semua yg dilakukannya itu degan berhujan-hujanan.
“Kamu selama setengah jam penuh nyariin aku, Di??”
“Iya. Lihat deh, aku gemetaran begini. Dingin banget.. Kita langsung pulang aja deh, ya”

Adi tersenyum sambil terus menggigil kedinginan. Ia pun naik ke motor.
“Eh, ngomong-ngomong sesuatu buat akunya mana??” tanyaku.
Raut wajah Adi langsung berubah menjadi serius, ia nampak kebingungan dan terus berpikir keras, hingga ia menepuk dahinya, “Astagfirullah alazim! Ketinggalan di rumah temenmu itu, si Imas! Aduh, ya udah sekarang aku antar kamu pulang dulu, ya, terus aku ambil sesuatu itu”
Aku geleng-geleng kepala, menahan tawa. Bagaimanapun, ia selalu bisa membuat keadaan serumit apapun menjadi begitu menyenangkan..
* * *

Tanpa ku sadari air mataku mengalir begitu deras, mengenang kenangan itu. Aku menyadari betapa bodohnya aku mengambil keputusan yang seenak jidat, tanpa sepatah kata pun yang terucap. Aku juga sadar, saat itu cinta yg ia miliki benar-benar tulus untukku. Karna pas aku mengambil keputusan itu ,sebenarnya Adi tidak mau pikir ia engga harus kaya gini kan kita bisa fokus aja engga usah sampe mengakhiri ,tapi aku malah tegas untuk bilang Sudahlah ini pilihanku aku maunya begini.
Aku mengusap air mataku sambil terus memandangi motor beat merah yang aku harap itu Adi dan.. Hei, motor itu berhenti di tempat tujuanku. Ya, di depan Alfamart itu, jantungku berdegup kencang namun.. Mama! Argh, ia muncul dan menghadang motorku. Mau tak mau, aku pun harus turun dari motor dan menghampirinya.
“Halo, Ma!” sapaku.
“Hei, kamu tadi kelihatannya tidak berniat berhenti disini. Bukannya Mama tadi mintah aku untuk nemuin Mama, ya?”
Mama lalu memerhatikanku dari ujung kaki sampai kepala dengan penuh curiga, “Motor beat merah yg barusan pergi itu??”

Aku tak mersepon, hatiku benar-benar ingin mengejar motor itu, namun tak mungkin.
“Motor seperti itu tak hanya satu di dunia ini, Laras” lanjut Mama. Ia tahu pasti betapa aku merindukan Adi, karena ia pun tahu, sejak aku tidak sama Adi.
“Tapi, Ma..”
“Sudahlah. Mama mau kamu relakan Adi, lupakan dia. Ayo, sekarang kamu ikut Mama”
Aku pun dengan kepala tertunduk mengikuti Mama ke dalam Alfamart untuk membeli makanan ringan dan keperluan lainnya.
“Mama ingin kamu bisa masak seperti mama supaya nanti bisa mama kasih tau ke Temen-teman mama”

Aku mengernyitkan dahi, “Secepat ini?”
“Kamu sudah sangat mengerti dan menyukai masak me masak‘kan? Mama yakin kamu bisa. Dan untuk beberapa hari ini, Mama akan mengajarkan kamu bagaimana caranya menjadi Juru masak yang hebat. Dan dengan satu syarat, kamu nggak boleh kasih tahu Papa”
Aku hanya bisa mengangguk, sejujurnya aku memang suka memasak, lagi pula aku tak punya alasan untuk menolaknya.
“Ayo nanti ,kita mampir ke rumah temen mama ,mama mau kenalkan kamu ke dia”

Aku menggaruk-garuk kepalaku yg sebenarnya sama sekali tak gatal, kebingungan, Ada sedikit perasaan nervous didalam dada. Mama pun menyuruh ku berhenti di depan rumah yang bercat oren tersebut.
“Asalammualaikum”
“Walaikumsalam” sahut teman mama.
“Hay Sant ini aku bawa anakku yang pertama ,ia mau belajar masak biar masakannya enak nih kaya kita” mama tersenyum sambil mengedip-ngedipkan mata

Mama lalu mempersilakan aku untuk mengenalkan diri, ah, ini hal yang paling tidak aku sukai.
“Hai tante Santi, nama saya Laras” sambil menjulurkan tanganku dihadapannya . Calon ajaran juru masak tante sama mama wakakak.
“Oke, sayang tante juga udah kok ,haha kamu bisa aja laras-laras”
“Ohh ya, larasku sudah punya pacar belum??”, mendengar perkataan itu, sontak saja aku dan mama senyum-senyum tidak jelas. Aku pun hanya tersenyum tersipu, namun bukan karena pertanyaan itu, melainkan karena ia telah memanggilku ‘Larasku’ yang membuatku merasa lucu .
“Okelah , kalau gitu mending kita mulai masak sekarang”
Aku ,Mama ,Tante Santi pun menuju dapur, sementara aku terus memikirkan bagaimana caranya, bagaimana caranya untuk menemukan Adi..
* * *

Aku memekirkan acara ulang tahunku yang dikit lagi akan tiba pada tanggal 7Juni ,dan berfikir apakah Adi akan datang?. Dan hp ku berdering, dilayar hp ku menunjuk bahwa ada telfon dari Adi.dan aku mengangkatnya .Dan anehnya langsung terputus tanpa sabab
Dan aku memandangi layar handphone, berkali-kali sudah aku mengirimkan pesan singkat, berkali-kali pula aku mencoba untuk menelpon balik ke Adi, namun tak ada respon atau jawaban.
Hatiku rasanya ingin menjerit. Perasaan marah, bingung, sedih, cemas dan kecewa bercampur aduk membuat resah.
* * *

Mataku terbuka secara tiba-tiba. Kali ini, aku bangun dengan sendirinya tanpa perlu jatuh dari ranjang. Namun, lagi-lagi aku memimpikan salah satu momen terbaik yg menjadi kenangan terbaik pula.
“Adi..” bisikku, seakan berharap ia yang tak ku ketahui keberadaannya dapat mendengar isak tangisku yang mulai pecah.
“Laras.. Mama..”
Aku yg terkejut akan kedatangan Mama yg tiba-tiba masuk ke dalam kamarku segera mengusap air mataku..
* * *

Hujan tengah menerpa malam ini tanpa ampun, angin membawa tiap-tiap tetesan air hujan masuk ke teras rumahku dimana aku berdiri. Aku memandangi langit malam yg tanpa bintang, melainkan kilat dan suara petir menyambar dimana-mana. Sweater tebal berwarna merahmarun yg aku kenakan ini bahkan tak benar-benar membuatku terlindung dari dinginnya udara yg menusuk pori-pori.
Telepon genggamku berdering dan.. Adi menelponku.
“Itu pasti Adi. Lebih baik kamu angkat” tebak Mama yg masih ada dibelakang ku.

Walau ragu, akupun akhirnya mengangkatnya juga, namun beranjak menjauh terlebih dahulu dari Mama, aku tak mau Mama tahu.
“Hai Di” sapaku.
“Laras, kamu dimana sekarang?”
“Dihatimu sayang, hahaha. Aku ada di rumah. Kenapa?”
“Ohh, syukurlah.. Jangan kemana-mana yaa, malam ini hujannya deras sekali, anginnya juga kencang..”
“Iyaa, Di”

Adi terdiam sejenak, “Hmm.. Laras?”
“Iya??”
“Hmm.. Kamu tau rasanya kehilangan ‘kan?”
“Yaa, aku tahu”
“Aku nggak mau ngerasain hal itu lagi. Apalagi kehilangan kamu. Pasti rasanya sakit. Kamu ingat saat janji kita 2tahun yang lalu? ”
“Iyaa, aku ingat” ucapku dgn perasaan bersalah,”

Pas itu aku dan Adi duduk di bawah pohon rindang di tepi jalan, sambil berbicara tentang kisah-kisah cinta abadi yg melegenda di dunia seperti Romeo & Juliet, si cantik dan si buruk rupa, Cinderella dan pangerannya, bahkan kisah cinta di kapal Titanic yang sangat tersohor itu. Aku terus mendengarkannya dengan seksama, dan aku menanyakan apakah kisah aku dan ia akan seperti kisah-kisah cinta abadi seperti yang tadi ia ceritakan. Dan dengan segala keyakinannya, ia menjawab ‘Tentu, because FIRST LOVE NEVER DIES, ya ‘kan? Kamu janji akan jadikan aku cinta pertama dan terakhir??’, aku mengangguk dan kami berdua pun akhirnya mengukir nama kami berdua di pohon dan menuliskan kalimat ‘FIRST LOVE NEVER DIES’ dibawah nama kamu berdua..
“Laras?? Kamu disana??” aku terpecah dari lamunanku saat mendengar suara Adi.
“Ehh.. Iya, iya. Kenapa?”
“Aku bilang, jangan pernah ingkari janji itu..”
“Iyaa, aku janji..”
Irwan terdiam lagi, ia terdengar menghela nafas panjang, “Dan andai suatu saat nanti.. Kamu pergi ninggalin aku.. Kamu harus ingat satu hal, kalau aku.. sayang sama kamu.. selamanya. Dan apapun akan aku lakukan untuk terus jagain kamu, walau suatu saat nanti aku mungkin akan kehilangan jejak, dan aku mungkin nggak tahu lagi kamu ada dimana, aku akan terus cari kamu. Walau yg tersisa cuma batu nisan kamu..”
Air mataku jatuh mendengarnya, dan KLIK! aku segera mematikan handphone-ku, mengeluarkan SIM Card yg ada didalmnya dan melemparnya jauh-jauh. Aku tak peduli walau harus mengingkari janjiku padanaya. Maaf jika aku ingkari janji, FIRST LOVE NEVER DIES..
* * *

“Nggaaaaaakkkkk…!!!!! Aku nggak ingkar!!”
“Laras, sadar, Laras…!!”

Perlahan-lahan kelopak mataku terbuka, aku berusaha menenangkan diri, menyadari apa yg barusan ku lihat dalam mimpi, sebuah momen saat aku pergi meninggalkan Adi.. Mataku silau oleh cahaya lampu, entah berapa lama aku terjebak dalam kegelapan kamarku, dan.. Dimana aku sekarang?? Dan suara yg tadi, aku yakin suara itu tak asing lagi bagiku, aku menyadari bahwa ada seseorang duduk ditepi tempat tidur dimana aku berbaring sekarang…
“Kamu sudah sadar, Ras??”
Suaranya menyadarkan ku dan ternyata dia adalah Adi yang datang ke rumah untuk menjengukku ,dan tetahunya semua yang tadi itu hanya mimpiku yang indah dan lumayan aneh dan itu tidak terbayangkan sekali aku bisa bermimpi seperti itu…… “senyumku lepas dengan bahagia”

~~THE END~~

 
PROFIL PENULIS
Nama lengkap : Kurnia Laras Asih
Nama panggilan : Laras
Tempat,tanggal lahir : Jakarta,7Juni 1997
Umur : 16 tahun
Kelas 1SMA
Sekolah : SMAN 102 Cakung, Jakarta Timur
Cita-cita : Jadi artis dan dokter anak
Facebook : www.facebook.com/Kurnia Laras
E-mail : [email protected]
Twitter : Kurnia_laras
Pin bb : 23B156B7

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *